A.PENDAHULUAN
Dalam psikologi dan pendidkan,
pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses
yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman
untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu,
keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada
apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang
terjadi merupakan teori-teori belajar.Teori belajar adalah
upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu
kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran.
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori
belajar, yaitu: behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme
. Behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran.Teori
kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis
otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana
pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.
B.TEORI BEHAVIORISME
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori
ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori dan praktik pendidikan
dan pembelajaran
yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Behaviorisme merupakan salah aliran
psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Belajar merupakan
akibat adanya interaksi
antara stimulus
dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan
oleh guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh
aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
(1)
Reinforcement and Punishment
(2)
Primary and Secondary
Reinforcement
(3)
Schedules of Reinforcement
(4)
Contingency Management
(5)
Stimulus Control in Operant
Learning
(6)
The Elimination of Responses
(Gage, Berliner, 1984).
Teori ini juga menghasilkan bebeapa hokum belajar,diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
- Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
- Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
- Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
- Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan
selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
- Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
- Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek
yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer
itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori
observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih
baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut
Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata
refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang
timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu
itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari
individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation)
dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang
pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment,
seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang
perlu dilakukan.
KELEBIHAN TEORI
BEHAVIORISTIK
- Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimulus lainnya dan seterusnya sampai reson yang diinginkan muncul
- Tori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur kecepatan,spontanitas,dan daya tahan
- Teori behavioristik juga cocok diginakan untuk melatih anak-anak yang msih membutuhkan dominasi peran orang dewasa,suak mengulangi dan dibiasakan,suka meniru dan sengan dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
KEKURANGAN TEORI
BEHAVIORISTIK
- Cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linier,konvergen,tidak kreatif,tidak roduktif dan cenderung mendudkkan siswa sebagai individu yang pasif
- Pembelajaran siswa yang berpusat oada guru dan bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan di ukur.
- Penerapan metode yang salah dalam pembeljaran mengakibatkan terjadinya poses oembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa.
A.
TEORI BELAJAR KOGNITIF
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini
adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing
memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan
(organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel,
konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik
untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan
bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh
informasi dari lingkungan.
Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual,
yaitu:
1.
enactive, dimana seorang
peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek
2.
iconic, dimana belajar terjadi
melalui penggunaan model dan gambar
3.
symbolic yang mendeskripsikan
kapasitas dalam berfikir abstrak
Prinsip-Prinsip Konsep Belajar Kognitivisme
Prinsip-prinsip teori belajar bermakna
Ausebel ini dapat diterapkan dalam
proes belajar mengajar melalui tahap-tahap sebagai berikut:
proes belajar mengajar melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. mengukur kesiapan peserta didik seperti
minat, kemampuan dan struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, review ,
pertanyaanpertanyaan dan lain-lain tehnik
2. memilih materi-materi kunci, lalu
menyajikannya dimulai dengan contoh-contoh kongkrit dan kontraversial
3. mengidentifikasi prinsip-prinsip yang
harus dikuasi dari materi baru itu
4. menyajikan suatu pandangan secara
menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari
5. memakai advance organizers
6. mengajar peserta didik memahami
konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
ada dengan memberikan fokus pada hubungan-hubungan yang ada
Menurut Hartley & Davies (1978),
prinsip-prinsip kognitifisme dari beberapa contoh diatas banyak diterapkan
dalam dunia pendidikan khususnya dalam melaksanakan kegiatan perancangan
pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah
1. Peserta didik akan lebih mampu mengingat
dan memahami sesuatu apabila pelajaran
tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari
yang sederhana ke yang rumit. Untuk dapat melakukan tugas dengan baik peserta
didik harus lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana
3. Belajar dengan memahami lebih baik dari
pada menghapal tanpa pengertian. Sesuatu yang baru harus sesuai dengan apa yang
telah diketahui siswa sebelumnya. Tugas guru disini adalah menunjukkan hubungan
apa yang telah diketahui sebelumnya
4. Adanya perbedaan individu pada siswa
harus diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar siswa.
Perbedaan ini meliputi kemampuan intelektual, kepribadian, kebutuhan akan
suskses dan lain-lain. (dalam Toeti Soekamto 1992:36)
Peranan Model Kognitivisme dalam Pembelajaran
Belajar : Belajar kognitif
Karakteristik Teori :
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa
diamati. Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan didalam dirinya.
Belajar : Kognitif Bruner
Belajar : Kognitif Bruner
Karakteristik Teori :
Model ini sangat membebaskan peserta didik
untuk belajar sendiri. Teori ini mengarahkan peserta didik untuk belajar secara
discovery learning.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik-topik yang akan
dipeserta didiki
4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi
dsbnya., yang dapat digunakan peserta didik untuk bahan belajar
5. Mengatur topik peserta didik dari konsep
yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke kompleks
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
Belajar : Bermakna Ausubel
Karakteristik Teori :
Dalam aplikasinya menuntut peserta didik
belajar secara deduktif (dari umum ke khusus) dan lebih mementingkan aspek
struktur kognitif peserta didik.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Mengukur kesiapan peserta didik (minat,
kemampuan, struktur kognitif)baik melalui tes awal, interviw, pertanyaan dll.
3. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya
dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci
4. Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang
harus dikuasai peserta didik dari materi tsb.
5. Menyajikan suatu pandangan secara
menyelurh tentang apa yang harus dikuasai pesertadidik.
6. Membuat dan menggunakan "advanced
organizer" paling tidak dengan cara membuat rangkuman terhadap materi yang
baru disajikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang menunjukkan relevansi
(keterkaiatan) materi yang sudah diberikan dengan yang akan diberikan.
7. Mengajar peserta didik untuk memahami
konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan dengan memberi fokus
pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
Teori Perkembangan Model Kognitivisme
Berpijak pada tiga teori
belajar seperti dijelaskan di atas, maka dalam pengembangan model pembelajaran
harus selaras dengan teori belajar yang dianut. Dengan kata lain, apabila kita
menganut teori behaviorisme, maka model pembelajaran yang dapat digunakan
diantaranya adalah model pembelajaran yang tergolong pada kelompok perilaku.
Untuk penganut teori kognitivisme, model pembelajaran yang dapat digunakan
adalah model pembelajaran yang mengarah pada proses pengolahan informasi.
Adapun untuk yang menganut teori belajar konstruktivisme, maka model
pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran yang bersifat
interaktif dan model pembelajaran yang berpusat pada masalah. Hal ini
didasarkan pada salah satu prinsip yang dianut oleh konstruktivisme, yaitu
bahwa setiap siswa menstruktur pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman
dan hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar. Jadi pengetahuan itu tidak
begitu saja diberikan oleh guru.
untuk makalah lengkapnya silahkan klik link di bawah ini :
referensinya dari mana nih?"
BalasHapusthankss buu
BalasHapuskkb